Apakah kamu tau legenda mengenai anak gimbal? Ituloh, seorang anak yang memiliki ciri khas pada rambutnya -gimbal, susah di sisir. Tapi, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Apakah terjadi secara turun temurun? Gen? Dan mengapa harus dilakukan ruwatan?
Kawah Sikidang yang terletak di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah, terbentuk akibat letusan gunung prahu purba ratusan tahun yang lalu. Meskipun letusan tersebut sudah lama sekali, namun hingga hari ini, saat saya menulis postingan ini, aktivitas vulkanik di kawasan tersebut masih ada. Menyisakan sebuah kawah yang bernama kawah sikidang atau si kijang.
Bukan tanpa alasan mengapa kawah ini dinamakan si kijang, terdapat cerita rakyat yang melegenda di masyarakat Dieng, khususnya berkaitan dengan anak-anak gimbal atau gembel.
Kawah Sikidang merupakan tempat wisata pertama yang kami kunjungi ketika tiba di Dataran Tinggi Dieng. Belum menyentuh homestay, belum mandi dan ganti baju dari Jakarta, tapi it’s okay. Kami sudah sampai di Dieng dan bahagia!
Pertama kali memasuki kawasan Banjarnegara, mata kami sudah dimanjakan dengan pemandangan persawahan dengan metode terasering. Banyak tanaman kubis di kiri dan kanan. Langit yang begitu biru dan bersih seperti laut yang membentang. Sesampainya di kawasan Dieng, tour guide langsung memberhentikan bus elf yang kami tumpangi di sebuah rumah makan bernama Kedai Ongklok. Kalau di Jakarta, seperti Upnormal mungkin ya. Kedai Ongklok, seperti namanya menjual makanan khas daerah Dieng yaitu Mie Ongklok. Rasanya bahkan masih bisa saya ingat hingga saat ini. Kuah kental yang berasal dari tepung sagu, dicampur dengan rempah lada yang terasa pedas dan hangat sangat cocok untuk dinikmati saat berkunjung ke Dieng yang dingin. Ditambah dengan kucai sejenis daun bawang kecil (kalau kata mamiku tersayang), kemudian mie ongklok tersebut juga dilengkapi dengan sayur kubis yang sangat segar (beneran deh, baru kali itu saya menikmati makan sayur kubis yang segerrrr abis) plus ditambah hidangan 3 tusuk sate sapi/ayam/kambing (bisa pilih jenis satenya ya guys). Cuma dengan harga 18ribu kalian sudah bisa menikmati makanan khas Dieng tersebut: Mie Ongklok. Oh, kedai Ongklok juga menyediakan minuman carica khas Dieng!
Setelah sarapan pagi dengan mie ongklok, rombongan kami langsung caw ke Kawah Sikidang. By the way, jangan lupa membawa masker ya kalau ke Dieng, itu sangat berguna: 1) agar tetap hangat dan aman dari bakteri yang bisa menular lewat udara; 2) untuk menghindari debu dan bau belerang yang pekat di kawah sikidang.
Sesampainya di Kawah Sikidang, para tour guide memberikan briefing terlebih dahulu, dengan menganjurkan untuk berjalan berhati-hati. Karena di kawasan tersebut, banyak sekali kawah-kawah kecil yang masih aktif namun tidak nampak. Jadi, jangan sampai menginjak kawah-kawah kecil tersebut. Untuk masuk ke Kawah Sikidang, kalian cukup merogoh kocek 10ribu dan kawasan ini dibuka untuk wisatawan dari Pukul 07.00 – 16.00 WIB.
Legenda yang menarik yang menyelimuti kawah sikidang atau si kijang adalah romansa antara putri Shinto Dewi & pangerang Kidang Garungan. Apakah kalian pernah mendengar cerita tersebut?
Cerita dimulai dari kecantikan putri Shinto Dewi yang masyur, tiada tara. Banyak pangeran yang hendak meminangnya untuk dijadikan istri. Namun, tidak ada yang berhasil. Sebab, putri Shinto Dewi selalu mensyaratkan mas kawin atau mahar yang mahal pula dan tidak ada yang sanggup.
Suatu hari, datanglah utusan dari seorang pangeran bernama Kidang Garungan ke Dataran Tinggi Dieng untuk melamar sang putri dan memberitahu perintah sang pangeran: “berapapun mas kawin yang putri inginkan, akan disanggupi oleh pangeran Kidang Garungan.” menanggapi hal tersebut, sang putri berpikir “pastilah pangeran ini seorang yang kaya raya, tampan, dan berwibawa. Jika tidak, manamungkin berani melamarnya”.
Saat hari H pernikahan tiba, itulah saat sang putri pertama kali melihat calon suaminya yang ternyata berkepala KIJANG….. sang putri panik bukan main, dia mencari siasat agar dapat membatalkan pernikahannya. Dia tidak ingin menikah dengan pria berkepala Kijang. Sebentar, ini mirip kisah Beauty and The Beast, right? versi Dataran Tinggi Dieng. Sang putri mensyaratkan satu hal lagi kepada pangeran Kijang Garungan, yaitu untuk membuat sumur dalam semalam dan hanya boleh dikerjakan oleh pangeran Kijang Garungan seorang diri. Melihat tantangan tersebut, pangeran menyanggupi hal tersebut.
Ketika pangeran Kijang Garungan sedang menggali dan hampir selesai, pasukan sang putri segera mengguruk tanah di sekitarnya agar sang pangeran terkubur hidup-hidup dalam sumur buatannya sendiri (jahat sekali). Melihat tanah yang longsong, pangeran panik dan mengeluarkan segala kemampuannya sehingga menimbulkan ledakan-ledakan untuk membuat celah agar dapat keluar dari sumur yang digalinya. Saat sang pangeran hampir berhasil keluar dari sumur tersebut, pasukan putri Shinto Dewi kembali menimbunnya dengan tanah sehingga pangeran Kijang Garungan terkubur hidup-hidup dalam sumur tersebut. Namun, sebelum sang pangeran meninggal, beliau sempat mengatakan sumpah serapahnya, yakni: “kelak semua keturunan Putri Shinto Dewi di Dataran Tinggi Dieng ini akan memiliki rambut gembel!”
Sumur yang meledak itu kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kawah yang hari ini dinamakan Kawah Sikidang atau Si Kijang. Menarik sekali ya legendanya. Hingga saat ini, anak-anak gimbal dipercaya sebagai keturunan Putri Shinto Dewi yang mendapat kutukan dari Pangeran Kidang Garungan. Sehingga anak tersebut harus di ruwat dengan cara memotong rambut gimbalnya. Berikut foto-foto saat kami ada di Kawah Sikidang.
Ngomong-ngomong soal anak yang mempunyai rambut gimbal. Saya tidak sempat berfoto dengan mereka saat acara Dieng Culture Festival 2019 kemarin. Lagipula, takut juga ya anak kecilnya ada strangers minta foto haha. Peruwatan rambut gimbal pada DCF disaksikan oleh seluruh peserta DCF 2019 dari daerah-daerah di Indonesia maupun turis mancanegara. Sebelum ruwatan dilakukan, permintaan sang anak harus di turuti sebesar apapun itu. Kemarin, saat DCF 2019, ada anak gimbal yang meminta es krim berwarna coklat, semangkok bakso, uang sebesar 2 juta rupiah, dua ekor kambing, hingga hand phone. Ya… kalau saya yang jadi anak gimbal sih minta bakso dan pabriknya, minta es krim dan pabriknya. Terus jualan deh. Heeee aku jadi anak yang kaya raya serta terkenal. LOL. Biar kayak di film Charlie and The Chocolate Factory. Keren kayaknya. Ohiya, permintaan dari anak gimbal ini harus dipenuhi ya oleh orang tuanya atau ada syarat-syarat adat apabila sang orang tua tidak mampu. Sebab jika permintaan sang anak tidak dipenuhi, rambut gimbalnya akan tumbuh lagi guys.
Asyik ya belajar legenda sambil berwisata ke Kawah Sikidang? Segera diagendakan ya! Oh ya, di depan Kawah Sikidang ini (dekat dengan parkiran bus) terdapat tukang kentang goreng dan jamur goreng crispy yang sangat enak. Kentangnya empuk, tidak keras, dan enak. Saya tidak menemukan kentang goreng terlezat setelah membeli kentang di sini. Menurut saya, kalau kalian mau beli oleh-oleh carica juga sebaiknya di sini saja. Asal bisa nawar, pasti dikasih murah. Selain itu, kemarin saya juga membeli bunga Edelweiss yang disebut juga dengan bunga keabadian karena tidak pernah kering. Harganya murah karena dengan 10ribu dapat satu ikat bunga Edeilweiss, kalau beli dua ikat dapat harga 15ribu. Ya mending beli dua ikat lah sekalian. Kapan lagi bisa beli bunga Edelweiss dan tidak metik di pegunungan? Hehe. Bunga Edelweiss yang diperjual belikan di pasar oleh-oleh itu dibudidayakan yaaa, bukan bunga liar terus diambil dan dijual.
Di Kawasan Sikidang ini juga disediakan tempat foto-foto aesthetic hanya dengan membayar Rp5.000 – Rp15.000 kamu sudah bisa foto dengan burung hantu, foto di atas mobil jeep, foto dengan background I Love Dieng, dan lainnya.
Legenda dan asal-usul anak Gimbal ternyata seru juga ya. Apakah diantara kalian ada yang pernah berkenalan dengan anak gimbal?